Puasa sering kali kita jalani hanya sebagai ritual menjalankan kewajiban dari Allah swt. Belum lebih dari itu. Pagi hari sahur sesuai dengan kesunnahannya dan rasa takut akan lapar. Maghrib berbuka dengan banyak sekali variasi makanan. Akibatnya puasa yang kita jalankan serasa tidak bernilai tambah.
Bahkan yang banyak terjadi, dengan puasa justru menjadikan lebih boros dalam belanja. Makanan harus lebih enak, pakaian lebih bagus dan frekuensinya tetap. Yang biasa makan tiga kali ya tetap. Begitu juga yang biasa dua kali, terkadang malah naik menjadi tiga kali.
Puasa serasa memindahkan jadual makan dan menambah volume tidur. Bagi yang menambah tidurpun kemudian juga mencari pembenar bahwa tidurnya orang puasa itu dapat pahala dari Allah swt. Akhirnya ya seperti lagunya mbah Surip yang dulu terkenal sekali : bangun tidur, tidur lagi, habis itu ngopi, bahkan bisa lupa ngopi.

Jika ini yang terjadi, ya seperti yang kita lihat sekarang. Ramainya penjual dan pembeli takjil di pinggir jalan, mengalahkan orang yang berangkat ke masjid untuk tadarusan. Ramainya mall yang menjual pakaian dan perlengkapan lebaran, mengalahkan orang yang menuju masjid untuk menghadap Tuhan.

Harusnya pemikiran dibalik. Kalau tidur saja dapat pahala, apalagi kalau dipakai dan ditambah dengan berbuat baik. Tentu pahalanya lebih banyak. Pikiran ini akan lebih mengarahkan dengan puasa justru akan dapat meningkatkan produktivitas yang bermanfaat bagi ummat. Apalagi pada bulan ramadlahan, setiap amal kebaikan, pahalanya akan dilipatgandakan oleh Allah swt.

Pemikiran baik ini jika diimplementasikan, akan dapat membuat semangat ke masjid dan mushola bisa mengalahkan orang cuman jalan jalan tanpa tujuan apa apa. Banyaknya orang yang tadarusan dapat mengimbangi orang yang cari takjilan. Begitu juga besarnya semangat untuk menjalankan kebaikan akan lebih tinggi dari yang cuman tidur doang.

Disinilah Islam mengajarkan bahwa berpuasa itu tidak hanya menahan lapar dan dahaga, akan tetapi juga sarana menata hati dan menata kehidupan yang berkeseimbangan. Fisik diajak merasakan kehidupan orang yang dalam keprihatinan dan hati ditata untuk menumbuhkan benih benih kebaikan agar hidupnya penuh dengan upaya meningkatkan kemanfaatan.

Secara fisik dengan puasa, kita dapat merasakan betapa tidak enaknya hidup hanya dalam satu kekurangan. Ini hanya kurang makan saja, sudah membuat fisik lemah kurang berdaya, fikiran dibiarkan menganggur karena hanya diajak tidur. Dengan cara berfikir ini, maka mulai tumbuhlah empathy (rasa prihatin terhadap keadaan orang lain).

Dengan benih benih rasa prihatin, akan dapat menumbuhkan semangat untuk berbagi dan berbuat kebaikan kepada sesama. Dari tidak peduli, muncul tenggang rasa dan kekuatan / semangat untuk bangkit bersama arungi hidup yang lebih baik.

Dengan demikian, puasa juga dapat menumbuhkan rasa kebersamaan dalam kehidupan dan meningkatkan kemanfaatan. Fatwa Rasulullah saw : orang yang paling baik adalah orang dalam hidupnya memberikan kemanfaatan kepada orang lain.

Oleh karena itu dalam menjalankan ibadah puasa, manusia harus berusaha berpuasa dengan total. Puasa lahiriyah, dengan membangun ruhani untuk menjadi lebih baik. Sekali dayung, dua pulau dapat terlampaui. Dapat pahala puasa, juga mendapatkan ganjaran dari Allah swt atas setiap kebaikan yang dilakukan. Bagaimana dengan anda ?

Tulisan asli dimuat di times Indonesia edisi Rabu, 6 Mei 2020.

https://www.timesindonesia.co.id/read/news/269775/puasa-lahir-batin

Recommended Articles