IBNU QAYYIM mengatakan tidak ada batasan cinta yang lebih jelas dari pada kata cinta itu sendiri; membatasinya justru hanya akan menambah kabur dan kering maknanya. Maka batasan dan penjelasan cinta tersebut tidak bisa dilukiskan hakikatnya secara jelas, kecuali dengan kata cinta itu sendiri. Ketika manusia sudah merasakan cinta pada hatinya akan menumpahkan semua apa yang ada pada dirinya hanya semata-mata kepada yang dicintainya.

Rasa cinta kepada Allah menjadi perisai bagi manusia untuk selalu berjalan diatas jalan yang sudah diatur rambu-rambunya. Hal ini diperkuat oleh pendapat Ibnu Qayyim (ketika menjelaskan tentang cinta kepada Allah): Bahwa ia merupakan sebab yang paling kuat untuk bisa bersabar sehingga tidak menyelisihi dan bermaksiat kepada-Nya.

Karena sesungguhnya seseorang pasti akan mentaati sesuatu yang dicintainya; dan setiap kali bertambah kekuatan cintanya maka itu berkonsekuensi lebih kuat untuk taat kepada-Nya, tidak menyelisihi dan bermaksiat kepada-Nya.

Menyelisihi perintah Allah dan bermaksiat kepada-Nya hanyalah bersumber dari hati yang lemah rasa cintanya kepada Allah. Dan ada perbedaan antara orang yang tidak bermaksiat karena takut kepada tuannya dengan yang tidak bermaksiat karena mencintainya.

Sampai pada ucapan beliau, “Maka seorang yang tulus dalam cintanya, ia akan merasa diawasi oleh yang dicintainya yang selalu menyertai hati dan raganya. Dan diantara tanda cinta yang tulus ialah ia merasa terus-menerus kehadiran kekasihnya yang mengawasi perbuatannya.

Ketika manusia sudah “mabukcinta” di dalam al-Haqq ialah dia memandangsifat-sifat-Nya serta menikmati dan merasakan kelezatan karunia-Nya, karena segala sesuatu selain Allah mau juddan tegak karena-Nya dan manusia yang begitu besar cintanya kepada Allah tidak ada perhatian didalam hatinya selain terisi dengan kehadiran-Nya.

Oleh karena itu ketika manusia sudah masuk dalam maqom al mahabbah, dia tidak melihat kekurangan didalam diri manusia lain serta ingin mencaci makinya, merendahkannya akan tetapi yang tampak dalam pandangan mata bathin adalah keberadaan cinta kepada sesama.

Bangsa Indonesia diakhir-akhir ini terjangkit virus kealpaan pada esensi manusia sebagai hamba yang lemah penuh dengan kekurangan serta ketergantungan kepada sang pencipta.

Sikap ini yang menjadi pemicu munculnya keangkuhan, kesombongan pada diri manusia, ketidak sadaran bahwa kehidupannya didunia hanyalah sementara.

Seharusnya rasa cinta itu yang muncul sebagai bentuk jawaban keruwetan bangsa Indonesia bukan justru saling membenci antar sesama itu sama halnya kita membenci yang menciptakannya, oleh sebab itu cinta kepada Allah adalah jawaban dari semua ini yang akan menumbuhkan kecintaan kita kepada sesama manusia.

Recommended Articles